Senin, 23 Desember 2013

Makalah Pengontrolan Pertumbuhan dan Perkembangan



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pertumbuhan adalah sintesis protolasma, biasannya diikuti oleh perubahan bentuk dan penambahan massa yang dapat lebih besar dari penambahan plasma itu. Selain perubahan bentuk, perubahan juga menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas fisiologis, susunan biokimianya serta struktur dalamnya. Proses ini dinamakan diferensiasi. Diferensiasi itu terjadi sebagai akibat perbedaan dalam pertambahan plasmanya, jenis organelnya, arah pembentangannya, pembentukan dinding selnya, kematian protoplasmanya dan seterusnya. Keseluruhan proses ini menyebabkan terjadinya perkembangan.
Perkembangan dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan teratur dan berkembang, seringkali menuju suatu keadaan yang lebih tinggi, lebih teratur atau lebih kompleks atau dapat pula dikatakan sebagai suatu seri perubahan pada organisme yang terjadi selama daur hidupnya yang meliputi pertumbuhan dan diferensiasi. Perkembangan dapat terjadi tanpa pertumbuhan dan demikian pula halnya pertumbuhan dapat terjadi tanpa perkembangan, tetapi kedua proses ini sering bergabung dalam satu proses. Perkembangan mewujudkan perubahan dan perubahan-perubahan tersebut dapat berjalan secara bertahap atau berjalan sangat cepat. Pada perkembangan tidak hanya perubahan kuantitatif, tetapi juga menyangkut perubahan kualitatif di antara sel, jaringan dan organ yang disebut diferensiasi. Peristiwa perkembangan yang yang penting seperti perkecambahan, perbungaan atau penuaan (senescence) menghasilkan perubahan yang mendadak di dalam kehidupan atau pola pertumbuhan. Proses-proses perkembangan lainnya berlangsung terus secara lambat atau bertahap selama separuh atau selama hidup tumbuhan. Mengatur (Control) pertumbuhan tanaman ialah suatu bentuk tindakan terhadap tanaman, untuk mengatur segala bentuk pertumbuhannya sesuai dengan yang dikehendaki. Perlakuan untuk mengatur pertumbuhan tanaman dapat diatur pertumbuhannya sesuai dengan keinginan kita pengaturan perkembangan pertumbuhan ini dapat dilakukan secara fisisk, kimia, biologi dan penggunaan zat pengatur tumbuh serta pengontrolan lingkungan.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, makalah ini secara khusus akan membahas permasalahan :
1.      Apa saja pengontrolan pada perkembangan dan pertumbuhan tumbuhan?
2.      Apa saja tingkat kinerja pengontrolan?
3.      Bagaimana tingkat kerja pengontrolan pada tingkt genetik?
4.      Bagaimana tingkat kerja pengontrolan pada tingkat sel?
5.      Bagaimana tingkat kerja pengontrolan pada tingkat biokimia?
6.      Bagaimana tingkat kerja pengontrolan pada tingkat organisme?

1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1.      Mengetahui macam-macam pengontrolan pada perkembangan dan pertumbuhan tumbuhan.
2.      Mengetahui macam-macam tingkat kerja pengontrolan.
3.      Mengetahui tingkat kerja pad tingkat genetik.
4.      Mengetahui tingkat kerja pengontrolan pada tingkat sel.
5.      Mengetahui tingkat kerja pengontrolan pada tingkat biokimia.
6.      Mengetahui tingkat kerja pengontrolan pada tingkat organisme.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Macam-macam Pengontrolan Perkembangan dan Pertumbuhan
2.1.1        Pengontrolan Genetik.
Setiap sel hidup yang berada dalam tumbuhan akan memperoleh kelengkapan genetik yang diturunkan oleh induknya dan merupakan sumber informasi untuk melaksanakan kegiatan pertumbuhan dan perkembangan. Sumber informasi ini berada di dalam inti sel (nukleus) dan sitoplasma yang terdapat pada kloroplas dan mitokondria. Setiap sel hidup pada tumbuhan menerima kelengkapan informasi genetik yang asli, yang diterimanya pada waktu proses pembelahan sel terjadi.
Informasi genetik yang tepat perlu diterima oleh setiap sel pada saat pembelahan sel terjadi, sehingga setiap organ pada tumbuhan dapat berkembang pada jalurnya yang tepat. Dalam perjalanan proses perkembangan menuju terbentuknya suatu individu tumbuhan yang utuh dan lengkap, setiap informasi yang tidak relevan atau tidak penting dengan arah perkembangannya, akan ditahan atau disimpan atau dengan kata lain tidak akan digunakan. Di dalam pemanfaatan informasi ini dalam kaitannya dengan proses perkembangan, akan menyangkut proses pengaktifan gen yang selanjutnya akan melakukan transkripsi mRNA. Pada mRNA yang diturunkan dari DNA pada gen ini, telah terpolakan susunan asam amino yang akan membentuk protein enzim tertentu, yang selanjutnya akan digunakan dalam kegiatan metabolisme dalam sel yang sesuai dengan arah perkembangannya. Proses pengaktifan gen-gen di dalam sel tersebut harus berjalan dalam urutan yang tepat artinya setiap tahap pengaktifan akan merupakan prasyarat untuk pengaktifan berikutnya.
Secara umum, bagaimana mekanisme proses pengaktifan tersebut dilaksanakan, telah diusulkan oleh ilmuwan Prancis F. Jacob dan J. Monod seperti terlihat pada Gambar 2.1 berikut.












Gambar 2.1 Mekanisme Proses Pengaktifan Gen
Jacob dan Monod menggambarkan mekanisme pengontrolan sintesis protein diatur oleh gen pengatur (regulator gene), gen operator (operator gene) dan gen struktur (structural gene). Kombinasi gen operator dengan gen struktur disebut operon. Mekanisme kerja operon ini dikatakan bahwa gen struktur yang memprogram mRNA untuk enzim yang spesifik, berada dalam kelompok atau sendirian, masing-masing berkombinasi dengan gen operator yang berfungsi mengatur gen struktur menjadi aktif atau dalam keadaan terbuka, dan menjadi tidak aktif atau dalam keadaan tertutup. Gen pengatur yang letaknya terpisah (bukan bagian dari operon) membetuk suatu molekul pengatur (suatu protein) yang disebut reseptor (repressor) yang menjaga gen operator dalam keadaan tertutup, sehingga operon berada dalam keadaan tidak aktif. Hadirnya atau penambahan suatu molekul yang disebut induser (inducer) yang bergabung dengan atau mentidak aktifkan reseptor, memberi kesempatan kepada gen operator untuk berada dalam keadaan terbuka, sehingga operon diaktifkan. Beberaa molekul lain yang disebut koreseptor: (corepressor) dapat bertindak menutup gen, dengan cara mengaktifkan reseptor kembali, sehingga operon menjadi tertutup dan menjadi tidak aktif. Molekul-molekul induser dan koreseptor dapat merupakan metabolit sederhana yang terlibat dalam urutan reaksi atau metabolik.
Tidaklah sukar untuk membayangkan bahwa beberapa aktivitas metabolik sel berkaitan dengan pertumbuhan (misalnya, sintesis senyawa antara dalam sintesis dinding sel, dapat pula bertindak sebagai induser operon yang memprogram pembentukan mRNA yang akan mensintesis enzim sitoplasmik. Senyawa-senyawa ini lebih lanjut dapat menghasilkan senyawa antara yang akan merangsang sintesis komponen-komponen struktur dan lain-lain. Pada beberapa tahap, beberapa senyawa antara produk aktivitas metabolik, dapat pula bertindak sebagai koreseptor operon sebelumnya,sesuai dengan urutannya. Proses pengaktifan satu atau kelompok operon yang spesifik akan selalu mengarah pada satu pola perkembangan. Arah perkembangan pada satu tingkah perkembangan (juvenile) dapat sangat berbeda dengan arah perkembangan pada tingkat yang lain (dewasa), meskipun kedua-duanya dikontrol oleh operon yang sama.

2.1.2        Pengontrolan Organisme
Banyak perkembangan tumbuhan diperantarai oleh rangsangan dari dalam yang dikeluarkan dalam organ. Sel yang diisolasi dari organ tumbuhan yang telah berkembang dan kemudian dikultur, in vitro, biasanya akan membelah dan tumbuh seperti halnya in vivo. Tetapi dalam kultur tumbuhan biasanya bersifat tumor, menghasilkan masa sel yang tidak berbentuk, padahal pada jaringan tumbuhannya sendiri akan mengarah kepada pembentukan organ daun, akar atau batang sebagaimana ditentukan oleh posisi sel dalam tumbuhan tersebut. Jenis pengontrolan yang seperti ini, merupakan hasil atau akibat pertumbuhn yang terorganisir dengan baik.
Perkembangan dipengaruhi atau dikontrol oleh hormon, yaitu senyawa-senyawa kimia yang disintesis pada suatu lokasi di dalam organisme, kemudian diangkut ke tempat lain untuk selanjutnya bekerja melalui suatu cara yang spesifik pada konsentrasi yang sangat rendah, untuk mengatur pertumbuhan, perkembangan atau metabolisme. Pada kenyataan sangat sukar untuk mendefinisikan istilah hormon dengan tepat. Penggunaan istilah zat pengatur tumbuh sering lebih baik, dan menunjukkan senyawa-senyawa baik alami maupun sintetik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme. Senyawa-senyawa ini biasanya bukan suatu metabolit antara atau hasil suatu rangkaian reaksi yang dipengaruhinya, dan biasanya aktif dalam konsentrasi yang sangat rendah.
Beberapa kelompok hormon telah diketahui dan beberapa dintaranya bersifat sebagai zat perangsang pertumbuhan dan perkembangan (prometer), sedang yang lainnya bersifat sebagai penghambat (inhibitor). Hormon tersebut adalah auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan asam absisat (ABA).
1)      Auksin
Auksin merupakan zat pengatur tumbuhan yang dapat mempengaruhi pemanjangan koleoptil gandum, yang telah dikemukakan oleh Charles Darwin pada akhir abad ke-19. Percobaan definitif yang membuktikan adanya zat yang berdifusi dan merangsang perbesaran sel, telah dikerjakan oleh Fritz Went di Holand pada tahun 1920, dan pada tahun 1930 struktur dan identitas auksin diketahui sebaga asam indol-3-asetat (IAA). Percobaan yang melibatkan auksin serta struktur auksin yang alami maupun yang sintetik.
Auksin disintesis dipucuk batang dekat meristem pucuk, jaringan muda (misal daun muda), dan terutama bergerak arah ke bawah batang (polar), sehingga terjadi perbedaan kadar auksin di pucuk batang dengan di akar. Aktivitasnya meliputi perangsangan dan penghambatan pertumbuhan tergantung pada konsentrasi auksinnya. Jaringan yang berbeda memberikan respon yang berbeda pula terhadap kadar auksin yang dapat merangsang atau menghambatnya.
Gambar 2.2 Respon Auksin Pada berbagai Jaringan
Auksin dalam aktivitasnya, dapat bekerja sendiri atau berkombinasi dengan hormon lain, dapat merangsang atau menghambat berbagai peristiwa yang berbeda, dari mulai peristiwa reaksi enzim secara individual sampai kepada pembelahan sel dan pembentukan organ.
Salah satu masalah penting dengan hormon ini ialah keberadaannya biasanya dalam jumlah yang sangat kecil dan sangat sukar untuk dideteksi atau dikarakterisir secara kimia.
2)       Giberelin
Senyawa ini ditemukan di Jepang, ketika ekstrak Jamur Gibberella fujikuroi yang menyerang tanaman padi, dapat menimbulkan gejala yang sama pada waktu disemprotkan kembali pada tanaman padi yang sehat. Karakteristika dari penyakit ini ialah menyebabkan pemanjangan ruas-ruas yang berlebihan, sehingga menyebabkan tumbuhan mudah rebah. Kerja utama giberelin merangsang pemanjangan. Banyak tumbuhan yang secara genetik kerdil, menjadi tinggi apabila diberi giberelin dalam jumlah yang sedikit saja. Disamping merangang proses pemanjangan, giberelin juga terlibat dalam proses perbungaan, perkecambahan biji dan menghilangkan dormansi. Giberelin dapat berinteraksi dengan hormon lain dan di dalam tumbuhan bergeraknya bebas serta angkutan dan distribusinya tidak polar seperti halnya auksin. Sekarang telah diketahui lebih dari 50 macam giberelin, yang semuanya memiliki struktur dasar yang sama seperti asam giberelat (gibberellic acid = GA3), dengan sedikit perbedaan pada gugus samping dan subtansi yang lainnya.
Gambar 2.3 Struktur giberelin
3)      Sitokinin
Penemuan hormon ini telah diketahui sebagai suatu zat yang larut dari bagian tumbuhan, mengandung bahan yang penting untuk merangsang pembelahan sel dalam kultur sel yang diisolasi dari bagian tumbuhan. F. Skoog menemukan zat yang memberikan efek demikian dari DNA hewan yang kemudian diketahui sebagai 6-furfuril-aminopurin yang selanjutnya diberi nama kinetin. Senyawa sintetik yang lain seperti 6-benzilaminopurin diketahui memberikan efek sama dengan kinetin dan diberi nama kinin. Hormon dan senyawa-senyawa yang memberikan pengaruh terhadap pembelahan sel, sekarang disebut sitokinin (hormon yang merangsang sitokinesis). Sitokinin alami yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari tumbuhan, diantaranya zeatin, yang diperoleh dari ektrak endosperm jagung.
                        Sitokinin Alami                                                                    Sitokinin Sintetik
Gambar 2.4 Struktur Sitokinin
4)      Etilen
Etilen merupakan senyawa yang berbentuk gas dan dapat dipengaruhi perkembangan pada tumbuhan. Senyawa ini diproduksi dalam daun dan dapat merangsang proses penuaan (senescence), sedangkan pada buah dapat merangsang pematangan. Sintesisnya sangat dipengaruhi oleh auksin.  
Gambar 2.5 Struktur Etilen
5)      Asam Absisat (ABA)
Senyawa ini lebih berperan dalam memelihara dormansi dari pada proses absisi pada daun. Diketemukan oieh ahli fisiologi Inggris P.F Wearing dengan kelompoknya dan oleh kelompok Amerika di bawah pimpinan F.T Adicot, yang menamakan senyawa tersebut sebagai dormin atau absisin II. Sekarang senyawa tersebut dikenal dengan nama asam absisat (ABA), dan menyebabkan dormansi pada biji. ABA yang dihasilkan ini, aktivitasnya dapat melawan kerja giberelin pada beberapa tumbuhan, dan memiliki srtruktur yang mirip dengan giberelin.
6)      Zat pengatur tumbuh hipotonik
Banyak hormon dan inhibitor yang berperan dalam perkembangan, tidak pernah berhasil diisolasi dan dibuktikan keberadaannya. Banyak pula percobaan yang menunjukkan keberadaan hormon perbungaan atau florigen, tetapi belum berhasil diisolasi. Hormon-hormon lain bersifat hipotetik adalah antesin dan vernalin.

2.2   Tingkat Kerja Pengontrolan
2.2.1        Tingkat Genetik
Pendapat bahwa semua sel totipoten, yaitu bahwa setiap sel membawa semua informasi genetik untuk satu tumbuhan lengkup, telah dikemukakan jauh sebelumnya oleh ahli fisiologi Jerman G. Haberlandt. Percobaan-percobaan kemudian membuktikan pendapatnya, misalnya F.C. Steward di Cornell Univercity, telah menunjukkan bahwa satu sel floem wortel yaag dikultur dengan baik, dapat tumbuh menjadi tanaman yang baru dan lengkap. Rahasianya adalah harus diberi nutrien dan zat pengatur tumbuh yang tepat, untuk merangsang pembelahan sel dan pertumbuhan, dengan rangsangan luar tertentu seperti medium padat yang berfungsi memberikan dukungan orientasi medan gravitasi, dan memberikan peluang pemantapan polaritas, sehingga dapat terdiferensiasi. Dari percobaan tersebut ditunjukkan bahwa informasi untuk semua peristiwa perkembangan dalam kehidupan tumbuhan, ada dalam setiap sel hidup dan betapa pentingnya mekanisme genetik untuk menanggulangi atau memilih informasi yang tepat pada waktunya.
Sebagaimana telah dibahas pada teori operon dari Jacob dan Monod, dan bagaimana kemungkinan suatu metabolik atau suatu bahan kimia bertindak sebagai aktivator atau korepresor. Cara lain mekanisme pengontrolan tingkat genetik ini yaitu dengan melibatkan sitokonin. Sitokinin adalah merupakan turunan purin adenin dan dapat membentuk struktur ribosida sama seperti ribosida RNA. Ribosida sitokinin dijumpai dalam jumlah sedikit dalam tRNA. Mula-mula diduga bahwa hal tersebut merupakan kunci untuk aktivitas sitokinin dalam pembelahan sel. Beberapa percobaan menunjukkan bahwa hal tersebut tidak benar dan aktivitas sitokinin tidak secara langsung berhubungan dengan keberadaannya dalam RNA. Meskipun demikian ada kemungkinan cara lain, yaitu adanya sitokinin dalam RNA akan mengakibatkan pengontrolan sintesis enzim secara tidak langsung.
Salah satu hal yang juga penting dalam perkembangan pada tingkat genetik ini, ialah adanya informasi yang permanen atau tetap. Sebagai contoh untuk hal ini adalah plagiotropisme, yaitu pertumbuhan cabang-cabang yang membentuk sudut tertentu pada pohon (misal pada pinus, ketapang). Pada beberapa pohon, plagiotropisme ini dapat bersifat sementara, yaitu akan hilang jika tunas pucuknya dipotong, tetapi pada beberapa pohon dapat bersifat permanen. Mekanisme kepermanenan ini masih belum difahami, tetapi pengontrolan ini benar-benar penting.

2.2.2        Tingkat Sel
Sejumlah mekanisme pengontrolan yang membingungkan terjadi pada tingkat seluler. Meskipun hal ini sepertinya sebagai konsekuensi langsung tingkat pengontrolan beberapa tingkat biokimia, kebanyakan dari padanya tidak dapat difahami. Berikut ini beberapa contoh yang memberikan pandangan tentang berbagai pengaruh yang berkaitan dengan hal di atas.
1.      Pembelahan Sel
Pembelahan sel rupanya berada di bawah pengontrolan hormon. Tanpa adanya kinetin, auksin hanya menyebabkan pembesaran sel dalam kultur jaringan. Apabila ada kinetin maka pembelahan sel akan terjadi. Tetapi meskipun ada kinetin, kalau auksinnya berlebihan dapat menekan pembelahan sel dan pertumbuhan. Hormon yang seimbang sangat penting dalam pengaturan pertumbuhan oleh pembesaran dan pembelahan sel. Ion kalsium dapat menghambat pembesaran sel yang dirangsang auksin, terutama karena berkombinasi dengan pektat dalam dinding, sehingga menjadi kurang plastis. Pemberian kalsium pada medium yang selnya sedang membesar pada kultur jaringan, akan menyebabkan pengubahan menjadi pembelahan sel. Kalsium telah memodifikasi respon sel terhadap hormon.
2.      Perbesaran Sel
Perbesaran sel berada di bawah pengontrolan hormon. Perbesaran sel memerlukan penambahan isi sel, dan awalnya diduga IAA mengaktifkan pemompaan air metabolik yang akan mendorong sel untuk mengembang dengan tekanan dari dalam yang diakibatkan oleh pemasukan air. Tetapi sekarang diketahui bahwa IAA bekerja dengan cara melemaskan struktur dinding sel sehingga menjadi plastis (irreversible atau tidak elastis) dan pertumbuhanpun dapat terjadi. Perbesaran sel merupakan proses dasar, sehingga tumbuhan dan jaringan yang pembelahan selnya dihambat, masih dapat terus tumbuh dengan cara perbesaran sel.
3.      Polarisasi
Polarisasi dalam organisme dihasilkan dari adanya ketidaksamaan dan terutama jelas pada tingkat subseluler. Banyak rangsangan yang berbeda dapat menimbulkan polarisasi terhadap sel. Sel telur dalam ovarium sangat terpolarisasi karena posisinya dalam struktur yang terpolarisasi. Pada zigot Fucus, polarisasi ditentukan oleh rangsangan lingkungan yang meliputi respon terhadap sentuhan, pH, cahaya, suhu, kandungan oksigen, auksin dan hadirnya zigot lain. Zigot tidak perlu memberikan reaksi yang sama terhadap semua rangsangan ini, tetapi semua rangsangan ini mampu menimbulkan polarisasi.
Kultur sel tumbuhan tinggi yang sedang tumbuh, tidak terdiferensiasi dengan mudah apabila disimpan dalam kultur cair, karena mereka tidak terpolarisasi.Tetapi apabila sel-sel bebas tersebut kemudian ditempatkan pada permukaan nutrisi agar yang cocok, mereka secara individual akan terpolarisasi dan diferensiasipun dimulai. Banyak atau hampir semua sel dalam jaringan yang sudah terorganisasi, akan terpolarisasi berkenaan dengan posisinya dalam organisme.
4.      Pendewasaan sel
Banyak kejadian yang terjadi dalam tumbuhan diduga dipengaruhi oleh hormon atau faktor-faktor lainnya. Beberapa indikasi tentang bagaimana hal tersebut dapat terjadi, dikemukakan oleh ahli fisiologi Amerika R.H. Wetmore bersama kawan-kawannya. Apabila sepotong kalus ditempatkan pada nutrisi agar yang mengandung sukrosa dan setetes larutan IAA yang diletakkan pada permukaan kalus, maka diferensiasi elemen jaringan pembuluh akan terjadi pada kalus. Lokasi jaringan-jaringan yang berbeda dipengaruhi oleh konsentrasi IAA dalam larutan, tetapi sifat diferensiasi dikontrol oleh konsentrasi gula dalam agar. Gula yang rendah akan menyebabkan produksi xilem, sedangkan kadar gula yang tinggi akan merangsang pembentukan floem, dan kadar yang menengah akan merangsang kedua-duanya dengan lapisan kambium diantaranya.

2.2.3        Tingkat Biokima
Pendapat bahwa hormon dapat mempengaruhi pertumbuhan dengan pengaruh aktivitas enzim melalui jalur biokimia yang spesifik, telah banyak menarik para ahli fisiologi dan biokimia. Seorang ahli fisiologi Amerika telah menunjukkan bahwa IAA bekerja secara langsung mengaktifkan enzim pembentuk sitrat (citrate condising enzyme) pada daur Krebs. Karena hal ini dianggap sebagai enzim kunci dalam metabolisme energi hal tersebut dapat merupakan mekanisme pengaturan yang penting. Salah satu mekanisme yang autentik adalah perangsangan sintesis α- amilase dalam perkecambahan biji serealia oleh giberelin, yang pertama kali ditunjukkan oleh H.Yomo di Jepang dan L.P.Paleg di Australia. Ahli fisiologi Amerika J.E.Varner menunjukkan bahwa giberelin dapat membebaskan operon yang sebelumnya tertutup menjadi aktif kembali, dan enzim α-amilase disintesis, yaitu enzim yang terlibat dalam hidrolisis persediaan pati selama perkecambahan biji. Dengan demikian pemahaman kerja hormon dengan hanya melihat dari aktivitas tingkat genetik dan biokimia saja tidaklah cukup.

2.2.4        Tingkat Organisme
Pengorganisasian merupakan hasil polarisasi pembelahan sel dan spesialisasi sel. Tetapi pengorganisasian jaringan menjadi organ lebih dari itu, karena pada tahap ini pola-pola pertumbuhan yang berbeda harus diatur pada tingkat reaksi-reaksi sel secara individual untuk dapat mengontrol bentuk dan ukuran. Telah diketahui bahwa auksin dibentuk di pucuk koleoptil rumput-rumputan, dan bergerak ke arah bawah. Kejadian seperti ini sangat umum dalam tumbuhan, yaitu auksin bergerak dari pucuk ke bagian basal tumbuhan (angkutan basipetal), dan bukan dari basal ke pucuk ( akropetal). Angkutan polaritas ini selalu dipelihara, bahkan apabila tumbuhan dipotong dan diletakkan terbalik, bagian basal akan menghasilkan akar dan bagian pucuk akan menghasilkan tunas. Zat-zat pengatur tumbuh lainnya tidak melakukan angkutan polar seperti auksin. Giberelin bergerak sangat cepat diseluruh bagian tumbuhan tanpa ada batasan. Sitokinin bergerak relatif lebih lambat dan diangkut dari akar kebagian pucuk tumbuhan. Semua pergerakan hormon-hormon ini memerlukan energi metabolik yang dihasilkan dari respirasi. Apabila peristiwa-peristiwa morfologi terjadi, biasanya hormon terlibat. Sebaliknya apabila hormon diberikan pada tumbuhan, berbagai peristiwa morfologi dan perkembangan akan terjadi. Pengaruh auksin yang menyebabkan awal perakaran sudah banyak diketahui dan digunakan secara komersial untuk merangsang perakaran potongan batang.


















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Pengontrolan genetik, kelengkapan genetik yang diturunkan dari induknya merupakan sumber informasi genetik berada di dalam inti sel (nukleus) dan sitoplasma yang terdapat pada kloroplas dan mitokondria. Setiap sel hidup pada tumbuhan menerima kelengkapan informasi genetik yang asli, yang diterimanya pada waktu proses pembelahan sel terjadi. Pengontrolan organisme, perkembangan tumbuhan diperantarai oleh rangsangan dari dalam yang dikeluarkan dalam organ. Perkembangan dipengaruhi atau dikontrol oleh hormon, yaitu senyawa-senyawa kimia yang disintesis pada suatu lokasi di dalam organisme, kemudian diangkut ke tempat lain untuk selanjutnya bekerja melalui suatu cara yang spesifik pada konsentrasi yang sangat rendah, untuk mengatur pertumbuhan, perkembangan atau meabolisme. Hormon tersebut adalah auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan asam absisat (ABA).
Tingkat kerja pengontrolan secara genetik, mekanismenya dengan melibatkan sitokonin. Sitokinin adalah merupakan turunan purin adenin dan dapat membentuk struktur ribosida sama seperti ribosida RNA. Ribosida sitokinin dijumpai dalam jumlah sedikit dalam tRNA. Tingkat kerja pengontrolan sel, dimulai dari pembelahan sel, perbesaran sel, polarisasi, dan pendewasaan sel. Tingkat kerja pengontrolan secara biokimia, hormon dapat mempengaruhi pertumbuhan dengan pengaruh aktivitas enzim melalui jalur biokimia yang spesifik, dengan salah satu mekanisme yang autentik adalah perangsangan sintesis α- amilase dalam perkecambahan biji serealia oleh giberelin. Tingkat kerja pengontrolan secara pengorganisasian merupakan hasil polarisasi pembelahan sel dan spesialisasi sel. Tetapi pengorganisasian jaringan menjadi organ lebih dari itu, karena pada tahap ini pola-pola pertumbuhan yang berbeda harus diatur pada tingkat reaksi-reaksi sel secara individual untuk dapat mengontrol bentuk dan ukuran.

3.2  Kritik dan Saran
Pembuatan makalah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Tumbuhan. Makalah ini berisikan uraian singkat tentang Pengontrolan pada perkembangan dan pertumbuhan dan tingkat kerja pengontrolan. Namun kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami siap untuk diberikan kritik yang tentunya kritikan yang membangun dan positif, juga diikuti dengan saran yang positif pula.














DAFTAR PUSTAKA

Salisbury, F.B. and. Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 3. (diterjemahkan oleh Diah dan Sumaryono), Penerbit ITB: Bandung.










Http://bangkittani.com,diakses Sabtu, 06 Oktober 2012



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar