BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Semakin banyak yang kita ketahui tentang pertumbuhan dan
perkembangan, kedua proses tersebut tampak semakin rumit. Ada bermacam-macam
hormon tetapi didalam makalah ini akan dibahas secara tuntas peran dan pengaruh
hormon sitokinin bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Perkembangan dipengaruhi atau dikontrol oleh
hormon, yaitu senyawa-senyawa kimia yang disintesis pada suatu lokasi di
dalam organisme, kemudian diangkut ke tempat lain untuk selanjutnya bekerja
melalui suatu cara yang spesifik pada konsentrasi yang sangat rendah, untuk
mengatur pertumbuhan, perkembangan atau metabolisme.
Pada kenyataannya sangat sukar untuk mendefinisikan istilah hormon
dengan tepat. Penggunaan istilah zat pengatur tumbuh sering lebih baik,
dan menunjukkan senyawa-senyawa baik alami maupun sintetik yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme.
Senyawa-senyawa ini bukan suatu metabolit antara atau hasil suatu
rangkaian reaksi yang dipcngaruhirnya, dan biasanya aktif dalam konsentrasi
yang sangat rendah. Beberapa kelompok hormon telah diketahui dan beberapa
diantaranya bersifat sebagai zat perangsang pertumbuhan dan perkembangan
(promoter), sedang yang lainnya bersifat sebagai penghambat (inhibitor)..
Mekanisme kerja sitokinin beragam efek sitokinin menunjukkan bahwa senyawa
tersebut mungkin mempunyai beberapa macam mekanisme kerja dalam jaringan yang
berbeda. Namun, secara sederhana diduga bahwa satu efek utama yang umum sering
diikuti oleh sejumlah efek skunder, yang bergantung pada keadaan fisiologis sel
sasarannya. Adanya pemacuan oleh
sitokinin pada pembentukan RNA dan enzim sudah diduga sejak lama, antara lain
karena efek sitokinin biasanya terhambat oleh zat penghambat sintesis RNA atau
protein.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari hormon sitokinin?
2. Bagaimana
tumbuhan mengatur banyaknya sitokinin yang dikandungnya?
3. Bagaimana
kita memberi batasan untuk sitokinin?
4. Apakah
basa-bebas, nukleosida, dan nukleotida, semuanya bisa dipandang sebagai
sitokinin?
5. Apakah
sitokinin memacu pertumbuhan kotiledon hanya dengan cara meningkatkan
pembesaran sel yang sudah ada sebelumnya?
6. Bagaimana
tumbuhan mensintesis sitokinin?
7. Bagaimana
mekanisme kerja dari hormone sitokinin dalam pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui tentang hormone sitokinin.
2. Untuk
mengetahui cara tumbuhan mengoptimalkan kebutuhan hormone sitokinin dalm tubuh
tumbuhan.
3. Untuk
mengetahu batasan dari pengangkutan sitokinin di dalam jaringan tumbuhan.
4. Untuyk
memahami basa-bebas, nukleosida, dan nukleotida, semuanya bisa dipandang sebagai
sitokinin
5. Untuk
mengetahui bagaimana cara sitokininj memacu pertumbuhan kotiledon.
6. Untuk
menemukan cara bagaimana tumbuhan mensintesis protein.
7. Untuk
memeahami konsep dasar mekanisme kerja dari hormone sitokinin.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Sejarah
hormon sitokinin
Pada sekitar tahun 1913, Gottlieb Haberlandt di
Austria menemukan suatu senyawa tak dikenal yang memacu pembelahan sel yang
menghasilkan kambium gabus dan memulihkan luka pada umbi kentang yang
terpotong. Senyawa tersebut terdapat dijaringan pembuluh berbagai jenis
tumbuihan. Temuan ini tampaknya merupakan ungkapan pertama tentang senyawa yang
dikandung tumbuhan, yang sekarang dinamakan senyawa sitokinin, yang memacu
sitokinesis. Pada tahun 1940an, Johannes van Overbeek menemukan bahwa endosperma
cair buah kelapa yang belum matang juga kaya akan senyawa yang dapat memacu
sitokinesis. Pada awal tahun 1950an, Folke Skoog dan beberapa kawannya, yang
tertarik pada auksin yang ternyata mampu memacu pertumbuhan biakan jaringan
tumbuhan, mendapati bahwa sel potongan empuluir batang tembakau membelah jauh
lebih cepat bila sepotong jaringan pembuluh diletakkan diatasnya, hal itu
mempertegas hasil yang didap[atkan Haberlandt.
Skoog dan para pembantunya mencoba mengenali factor
kimia jaringan pembuluh itu dengan menggunakan pertumbuhan sel empulur tembakau
sebagai system uji biologi. Sel biakan dalam medium agar yang mengandung gula,
garam mineral, vitamin, asam amino, dan IAA yang jumlahnya diketahui. IAA
sendiri cepat meningkatkan pertumbuhan, dengan mendorong terbentuknya sejumlah
sel yang cukup banyak, tapi sel itu tidak membelah, sehingga banyak diantaranya
poliploid dengan beberapa inti. Dalam upaya mencari senyawa bisa memacu
pembelahan sel, mereka menemuka senyawa lir-adenin yang sangat aktif dari
ekstrak khamir. Salah satu dilakukan pada tahun 1954 oleh Carlos Miller (waktu
itu mahasiswa bimbingan Skoog), yang menemukan senyawa sangat aktif dari hasil
penguraian sebagian DNA yang diautoklaf. Mereka menamakan senyawa tersebut
kinetin (ditelaah oleh Miller, 1961).
Gambar A.1: struktur beberapa sitokinin alami dan
tiruan (kinetin) yang umum. Semuanya merupakan turunan adenine yang cincin
purinnya dinomori, seperti dapat dilihat pada zeatin (kiri atas) terdapat
zeatin dan zeatin ribosida yang beberapa gugusnya tersususn dengan ikatan
rangkap pada cincin samping, berkonfigurasi trans (tetapi dicontohkan disini)
atau cis (gugus Ch3 saling bertrukar dengan CH2OH). Bentuk cis lebih lazim pada
sitokinin yang diikat oleh tRNA, tapi bentuk trans labih sering terdapat pada zeatin
dan zeatin ribosida-bebas. (sumber: Salisbury, 1995)
Kinetin sendiri memang belum ditemukan pada
tumbuhan, dan bukan merupakan bahan aktifyang ditemukan Haberlandt dari
jaringan floem, namun kerabat sitokinin ditemukan ada dalam tubuhan. FC
Steward, dengan menggunakan teknik biakan jaringan, juga pada tahun 1950an,
menemukan berbagai njenis sitokinin dalam air kelapa, yang mampu mendorong pembelahan sel pada jaringan akar
wortel. Yang paling aktif, berdasarkan hasil pengujian DS Letham (1974), adalah
senyawa sebelumnya diberi nama umum zeatin dan zeatin ribosida. Pada tahun
1964, untuk pertama kalinya zeatin cirikan pada saat yang hampir bersamaan oleh
letham dan oleh carlos Miller, keduanya menggunakan endosperma cair jagung (Zea mays) sebagai sumbernya. Sejak itu, sitokinin lain, yang strukturnya lir adenine,
mirip dengan kinetin dan zeatin, berhasil dikenali di berbagai bagian tumbuhan
berbiji. Tak satupun sitokininterdapat dalam DNA atau dalam produk pecahan DNA,
tapi beberapa terdapat dalam molekul RNA-pemindah (dan kadang dalam
RNA-ribosom) tumbuhan berbiji, khamir, bakteri, dan bahkan primate, dan lebih
dari 30 jenis terdapat sebagai sitokinin-bebas. Satu atau beberapa sitokinin
tak terikat yang menimbulkan respons fisiologis akan diuraikan dalam bab ini,
namun yang terdapat di RNA- pemindah (tRNA) belum diketahui fungsinya.
Gambar A.1 memperlihatkan struktur
bentuk basa bebas dari tiga jenis sitokinin yang paluing sering terlacak dan
paling aktif secara fisiologis pada berbagai tumbuhan: zeatin, dihidrozeatin,
dan isopentenil adenine (IPA). Juga disajikan kinetin dan sitokinin tiruan
lainnya, benziladenin, yang biasanya sangat aktif.
Barang kali kinetin tidak dibentuk oleh tumbuhan,
namun dua laporan menyatakan bahwa benziladenin atau ribosidfanya didapati pada
tumbuhan (Ernest dkk, 1983; Nandi dkk, 1989). Perhatikan bahwa semua sitokinin
memiliki rantai samping yang kaya akan karbon dan hydrogen, yang menempel pada
nitrogen yang menonjol dari puncak cincin purin. Setiap sitokinin bisa ditemukan
dalam bentuk basa bebas seperti terlihat pada gambar atau sebagai nukleosida
yang gugus ribosanya melekat pada atom nitrogen pada kedudukan 9 (lihat system
penomoran cincin pada zeatin di gambar A. 1). Contohnya adalah zeatin ribosida,
yaitu sitokinin yang cukup banyak terdapat pada jenis tumbuhan. Selanjutnya,
nukleosida dapat diubah menjadi nukleotida, yang fosfatnya diesterifikasi
menjadi ribose 5’- karbon, seperti pada adenosine-5’-fosfat (AMP). Pada bebrapa
kasus, diperoleh bukti addanya pembentukan nukleosida difosfat dan trifosfat
yang mirip dengan ADP dan ATP, namun semua nukleotida ini tampaknya kurang
banyak disbandingkan dengan jumlahnya dalam bentuk basa bebas atau nukleosida.
Kini muncul dua pertanyaan: bagaimana kita memberi
batasan untuk sitokinin, dan apakah basa-bebas, nukleosida, dan nukleotida,
semuanya bisa dipandang sebagai sitokinin? Tidak semua pakar menyetujui batasan
yang sama, namun sebaiknya batasn tersebutsebagian mempertimbangkan juga
penemuan awal yang menunjukkan bahwa sitokinin memacu sitokinesis (pembelahan
sel) pada jaringan yang ditumbuhkan in
vitro, seperti biakan empulur tembakau, floem wortel, atau batang kedelai.
Bahkan, R Horgan (1984) sudah memberinya batasan sebagai senyawa yang dengan
adanya auksin pada konsentrasi optimum, menginduksi pembelahan sel pada empulur
tembakau atau pada system uji serupa yang ditumbuhkan pada medium yang
komposisinya optimum. Penulis lainnya lebih menyukai batasan yang juga
menyatakn bahwa senyawa tersebut merupakan turunan adenine, dan bahwa mereka
menyukai efek umum yang penting, selain memacu sitokinesis. Efek tambahn ini
akan diulas kemudian, tapi karena semua senyawa tersebut memacu sitokinesis,
tampak cukup masuk akal untuk membatasi sitokinin sebagai senyawa adenine lain yang memacu pembelahan sel pada system jaringan
yang disebutkan diatas. Pertanyaan tentang benar tidaknya bentuk basa
bebas, nukleosida, atau nukleotida merupakan bentuk aktif, memang belum
terjawab menyakinkan.
Sebagian besar bukti mendukung basa-bebas sebagai
bentuk aktif (letham dan palni, 1983; van Der Krieken dkk, 1990). Aktifitas
kimia dan biologi dari 200an sitokinin alami dan tiruan diulasoleh matsubara
(1990); ulasn tersebut member kita gambaran yang sangat baik tentang struktur
kimia yang penting untuk aktifitas sitokinin, dan basa bebas pada gambar 18.1
pada umumnya tampak mempunyai struktur yang hamper sempurna.
Sitokinin juga didapati pada lumut, ganggang coklat
dan ganggang merah, serta tampaknya juga pada diatom; kadang, sitokinin
tersebut memacu pertumbuhan ganggang. Kemungkinan besar sitokinin cukup
tersebar luas, bahkan terdapat di dunia tumbuhan; namun saangat sedikit yang
diketahui tentang fungsinya, kecuali pad angiospermae, beberapa conifer, dan
lumut. Bakteri dan cendawan pathogen tertentu mengandung sitokinin yang
diyakini berpengaruh pada proses penyakit yang disebabkan oleh kedua mikroba
ini, dan sitokinin yang dihasilkan oleh cendawan dan bakteri bukan patogen
diperkirakan mempengaruhi hubungan mutualistiknya dengan tumbuhan, seperti pembentukan
mikoriza dan bintil akar (Greene, 1980; Ng dkk, 1982; Sturtevant dan Taller,
1989).
Gambar A.2: pembentukan isopentenil
AMP, prazat bagi isopentenil adenin (sumber: Salisbury, 1995)
B.
Metabolisme
Sitokinin
Ada dua pertanyaan pentinh tentang metabolism
sitokinin yang patut dikemukakan: bagaimana tumbuhan mensintesis sitokinin, dan
bagaiman tumbuhan mengatur banyaknya sitokinin yang dikandungnya? Terobosan
dalam pengetahuan kita tentang biosistesis dating dari Chong-Maw dan DK Melitz
(1979) yang mengemukakan bahwa jaringan tumbuhan mengandung enzim yang
dinamakan isopentenil AMP sintase (sebelumnya ditemukan pada cendawan lendir)
yang membentuk isopentenil adenosine-5-fosfat (isopentenil AMP) dari AMP dan
salah atu isomer isopentenil piroposfat. (senyawa terakhir ini merupakan hasil
lintasan mevalonat dan prazat penting bago sterol, giberilin, karotenoid, dan
senyawa isoprenoid lain). Isomer tersebut meliputi ^2- isopentenil piroposfat,
yang awalan ^-nya berarti bahwa molekul tersebut memiliki ikatan rangkap antara
karbon 2 dan 3. Reaksi yang terjadi dijaringan tembakau disajikan pada gambar
18. 2. Perhatikan bahwa piroposfat (PPi) dilepaskan dari gugus isopentenil dan
kemudian gugus ini bergabung dengan nitrogen amino yang melekat pada karbon 6 dari
cincin purin.
Isopentenil AMP yang terbentuk dalam reaksi ini
kemudian dapat diubah menjadi isopentenil adenosine melalui hidrolisis oleh
enzim fosfatase, yang melepaskan gugus posfat; selanjutnya isopenteniladenosin
dapat berubah menjadi isopentenil adenine dengan melepaskan gugus ribose
melalui hidrolisis. Lalu, isopentenil adenine dioksidasi menjadi zeatin dengan
mengganti satu hydrogen gugus metilnya pada cincin samping isopentenil dengan
–OH (bandingkan dengan struktur pada gambar A.1). kemudian, dihidrozeatin
terbentuk darizeatin melalui reduksi (dengan NADPH) ikatan rangkap pada cincin
samping isopentenil (Martin dkk, 1989). Sejumlah reaksi ini mungkin bertanggung
jawab dalam pembentukan ketiga bahan dasar utama sitokinin, namun masih
terdapat kemungkinan lain untuk biosintesis ini.
Sitokinin ditingkat sel juga ditentukan oleh
perusakannya dan mungkin oleh perubahannya menjadi berbagai turunan yang
bersifat tidak aktif, selain nukleosida dan nukleotida. Perusakan sebagian
terjadi oleh sitokinin oksidase, yaitu system enzim yang merenggut cincin
samping 5 karbon dan menghasilkan adenine-bebas (atau bila zeatin ribosida yang
dioksidasi, akan dihasilkan adenosine-bebas). Pembentukan turunan sitokinin
lebih rumit, sebab dapat terbentuk banyak konjugat (Letham dan Palni, 1983).
Konjugat yang paling lazim ditemui mengandung glukosa atau alanin; yang
mengandung glukosa disebut sitokinin glukosida.
Pada salah satu jenis glukosida, karbon 1 dari
glukosa melekat pada gugus hidroksil rantai samping dari zeatin, zeatin
ribosida, dihidrozeatin, atau dihidrozeatin ribosida. Pada jenis glukosida yang
kedua, karbon satu dari glukosanya menempel pada atom nitrogen (dengan ikatan
C_N) pada kedudukan 7 atau 9 pada sisitem cincin adenine di ketiga bahan dasar
utama sitokinin. Pada konjugat alanin, alanin dihububgkan melalui ikatan
peptide dengan nitrogen dikedudukan 9 pada cincin purin. Fungsi dari semua
konjugat ini belum diketahui. Tapi glukosida mungkin disimpan sebagai bahan
cadangan atau, pada beberapa kasus, merupakan bentuk sitokinin yang khusus
untuk diangkut. Menurut McGaw (1987), konjugat alanin tak mungkin disimpan
sebagai bahan cadangan, melainkan sebagai produk pengikatan sitokinin yang
terbentuk secara tak terbalikkan. Tidaklah mungkin konjugat seperti ini merupakan
sitokinin yang aktif secara fisiologis.
C.
Tapak
sintesis dan pengankutan sitokinin
Apabila kita mengetahui seberapa aktif reaksi yang membentuk isopentenil AMP,
isopentenil adenine, zeatin, dan dihidrozeatin diberbagai organ dan jaringan,
kita akan memperoleh informasi biokimia yang baik tentang tapak biosintesis
sitokinin. Sayang, informasi itu belum ada, sehingga digunakan metode tidak
langsung untuk menentukan tempatsitokinin dibentuk. Salah satu metode telah
digunakan untuk melacak tempat bertimbunnya sitokinin. Umumnya, sitokinin
umumnya terdapat di organ muda (biji, buah, daun) dan diujung akar. Tampaknya
masuk akal bahwa sitokinin disintesis disemua organ tersebut, namun pada
bebrapa kasus, kemungkinan adanya pengangkutan dari tapak lain tak bisa
diabaikan. Sintesis hamper dapat dipastikan terjadi diujung akar, sebab jika
akar dipotong mendatar, sitokinin mengalir keluar (karena tekanan akar) dari
xylem potongan bawah akar itu,, sampai selam empat hari (Skene, 1975; Torrey,
1976). Akar bagian bawah itu tidak mungkian dapat menyimpan sitokinin yang
berasal dari sumber lain yang memasok xylem dalam rentang waktu cukup lam
seperti itu.
Bukti seperti ini membangkitkan dugaan bahwa ujung
akar mensintesis sitokinin dan mengangkutnya melalui xylem keseluruh bagian
tumbuhan. Hal ini bisa menjelaskan terjadinya penimbunan pada daun, buah, dan
biji muda melalui pengangkutan xylem,
namun umumnya, floem merupakan system pemasok yang lebih efektif untuk organ
yang transpirasinya sedikit seperti itu, walaupun ujung akar barang kali
menjadi sumber sitokinin yang penting bagi berbagai bagian tumbuhan, diketahui
tanamna tembakau kecil tanpa kar ternyata dapat mengubah adenine radioaktif
menjadi berbagai macam sitokinin (Chen dan Pettscow, 1978). Ada pula adenine
radioaktif yang dapat diubah menjadi beberapa sitokinin , bukan saja oleh akar
tanman kapri, tetapui oleh batang dan daunnya (Chen dkk, 1985). Akar wortel
juga diteliti, dan ternyata kambium akarlah yang terutama mensintesis sitokinin
(Chen dkk, 1985). Pengamatan ini serta berbagai kajian lain menunjukkan bahwa
tajuk dapat mensintesis sendiri sitokinin yang mereka butuhkan.
Pengangkutan berbagi jenis sitokinin pasti terjadi
dalam xylem (jameson dkk, 1987), namun tabung lapis juga mengandung sitokinin,
seperti dibuktikan dengan adanya sitokinin dalam kutu embun madu. Bukti lain
mengenai pengangkutan dalam floem diperoleh melalui percobaan dengan
menggunakan daun dikotil yang dipetik. Ketika sehelai daun dewasa dipetikdari
tumbuhan spesies tertentu dan dijaga kelembapannya, sitokinin bergerak ke
pangkal tangkai daun dan tertimbun disitu. Pergerakan ini barangkali terjadi
melalui floem, bukan melaui xylem, karena transpirasi mendukung aliran xylem
dari tangkai ke helai daun. Penimbunan sitokinin ditangkai menyiratkan bahwa
helai daun dewasa dapat memasok sitokinin ke daun muda dan jaringan muda
lainnya melalui floem, tentu saja asalkan daun tersebut mampu mensintesis
sitokinin atau menerimanya dari akar. Walaupun demikian, jika sitokinin
radioaktif diberikan di permukaan sehelai daun, sedikit sekali sitokinin yang
terserap itu dapat diangkut keluar. Hasil pengamatan ini dan banyak pengamatan
lainnya menunjukkan bahwa sitokinin tidak mudah tersebar dalam floem. Hamper
dapat dipastikan bahwa daaun, buah, dan biji muda , yang merupakan wadah
penampung bagi pengangkutan, tidak mudah memindahkan sitokininnya ketempat
lain, baik melalui xylem maupun melalui floem. Kesimpulan sementara kami
adalah: pengngkutan sitokinin pada tajuk agak terbatas, kecuali penyebarannya
dari akr melalui xylem.
D.
Sitokinin
memacu pembelahan sel dan pembentukan organ
Telah dijelaskan bahwa fungsi utama sitokinin adalah
memacu pembelahan sel. Skoog dan beberapa kawannya menemukan bahwa jika empulur
batang tembakau, kedelai dan beberapa tumbuhan dikotil lain dipisahkan dan
dibiakkan secara aseptic pada medium-agar yang mengandung auksin dan hara yang
tepat, akan terbentuk masa sel yang tak terspesialisasi, tak beraturan, dan
khususnya poliploid, yang disebut kalus. Gambar 18.3a menunjukkan tampilan umum
kalus. Jika sitokinin juga ditambahkan, sitokinesis terpacu sekali, seperti
yang pernah dikemukakan. Besarnya pertumbuhan sel baru dapat dipakai sebagai
uji biologi yang peka dan sangat khas bagi sitokinin, dan penting untuk
menyusun batasan bagi senyawa ini (diulas oleh Skoog dan leonard, 1968; serta
oleh Skoog dan Amstrong, 1970).
Gambar D.1 : a) kalus
yang tumbuh dari skutelum biji padi. b) kalus embriogenikyang telah membentuk
tajuk muda (S) dan sisitem akar (R). (Atas jasa baik M Nabors dam T Dykes)
Skoog dan beberapa kawannya juga
mendapati bahwa jika nisbah sitokinin terhadap auksin dipertahankan, akan
tumbuh sel meristem pada kalus tersebut; sel itu membelah dan mempengaruhi sel
lainnya untuk berkembang menjadi kuncup, batang, dan daun. Tapi, bila nisbah
sitokinin-auksin diperkecil, pembentukan akan terpacu. Dengan memilih nisbah
yang tepat, kalus dari banyak spesies (terutama jenis dikotil) dapat didorong
perkembangannya menjadi tumbuhan utuh-baru. Kemampuan kalus untuk menghasilkan
tumbuhan lengkap digunakan sebagai alat untuk menyeleksi tanaman yang memiliki
ketahanan terhadap kekeringan, rawan garam, pathogen dan herbisida tertentu,
atau yang memiliki cirri lain yang bermanfaat.
Cara
kalus membentuk tumbuhan baru cukup beragam. Jika nisbah sitokinin-auksin cukup
tinggi, sering hanya system tajuk yang mula-mula berkembang; kemudian,
akar-liar terbentuk secara spontan dari batang, saat masih berada dalam kalus.
Pembentukan tajuk dan/atau akar liar oleh kalus disebut organogenesis. Namun,
kadang kalus menjadi embriogenik dan membentuk embrio yang berkembang menjadi
akr dan tajuk; ini disebut embryogenesis. Pembentukan tumbuhan muda ari kalus
dapat dilihat pada gambar 18.4. sitokinin dan auksin biasanya harus ditambahkan
ke medium jika embryogenesis di inginkan; tapi, hanya sedikit informasi yang
menunjukkan cara auksin dan sitokinin bertindak sebagai factor pengendali.
Gambar D.2 : perkembangan (a) tanaman tomat dan (b)
tanaman petunia dari kalus, yang memperlihatkan adanya totipotensi (sumber:
Murray nabors dan RS Sangwan)
Sitokinin
dan IAA diperlukan untuk mengendalikan pembentukan serta perkembangan tumor
pada batang banyak tumbuhan dikotil dan gimnospermae, yang disebut tumor
mahkota. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Agrobacterium tumefaciens (berkerabat dengan anggota bakteri
penambat nitrogen, Rhizobium). Tumor
tersebut dapat ditumbuhkan dalam biakan steriltanpa ditambah sitokinin atau
auksin artinya, sel nya tak bergantung pada hormone ini. A. tumefaciens mempunyai beberapa plasmid (lingkaran kecil DNA yang
berbeda dari molekul DNA bakteri itu sendiri) salah satu plasmid, yang disebut
plasmid Ti, mengandung potongan DNA yang dapat dipindahkan ke sel batang
tumbuhan inang saat menginfeksi, dan menyebabkan pertumbuhan tumor dengan cepat
serta tak beraturan. Potongan DNA itu disebut T-DNA (huruf T berarti dipindaahkan, transferred).
T-DNA
mengandung bebrapa gen, yang salah satunya menyandikan enzim isopentenil AMP
sintase (yang berperan dalam reaksi yang tersaji pada gambar 18.2); dua
diantaranya menyandikan enzim yang mengubah triptofan menjadi IAA. Mutasi yang
terjadi pada beberapa gen ini akan menyebabkan perubahan tingkat sitokinin dan
IAA, serta morfologi tajuk. Jika ketiga gen tersebut termutasi sehingga tidak
aktif, tumor tak akan berkembang dan tingkat hormone tetap rendah. Jika hanya
gen isopentenil AMP sintase yang tidak aktif, maka tingkat sitokinin menurun,
tumor tumbuh lambat dan membentuk banyak akar melalui organogenesis. Jika salah
satu gen biogenesis auksin tidak aktif, maka tumor tumbuh lambat, pembentukan
IAAsedikit sekali, dan tajuk berdaun dihasilkan, dengan sedikit akar atau tak
berakar sama sekali. Hasil ini seluruhnya mendukung pernyataan Skoog tentang
efek nisbah sitokinin-auksin. Ulasan yang baik mengenai gen tumor mahkota dan
efek hormone ditulis oleh morris (1986, 1987) dan oleh Weiler serta Schroder
(1987), sedangkan tulisan yang lebih mutakhir, yang umumnya mendukung
kesimpulan diatas, diterbitkan oleh spainer dkk (1989) dan oleh smigocki dan
Owens (1989).
E.
Sitokinin
menunda penuaan daan meningkatkan aktivitas wadah penampung hara.
Jika
kita memtik sehelai daun yang masih aktif, daun tersebut akan mulai kehilangan
klorofil, RNA, protein dan lipid dari membrane kloroplas lebih cepat dari pada
jika daun iti masih melekat pada induknya, wlaupuan diberi garam mineral dan
air melalui ujungnya yang terpotong. Penuaan premature ini, yang ditamdai
dengan menguningnya daun, berlangsung sangat cepat jika daun diletakkan didalam
gelap. Pada daun tumbuhan dikotil, akar liar sering terbentuk pada pangkal
tangkai, dan kemudian penuaan helai daun sangat tertunda. Akar tampaknya
memberikan sesuatu kepada daun untuk mempertahankannya tetap muda secara
fisiologis. Sesuatu tersebut hampir dapat dipastikan mengandung sitokinin yang
diangkut melalui xylem.
Terdapat
dua bukti utama yang menyatakan keterlibatan sitokinin; banyak jenis sitokinin
mampu menggantikan sebagian factor yang dibutuhkan akar untuk menunda penuaan,
dan kandungan sitokinin helai daun meningkat berlipat ganda ketika akar liar
terbentuk. Pada tanaman bunga matahari, kandungan sitokinin dalam cairan xylem
meningkat selama masa pertumbuhan cepat, kemudian sangat menurun saat
pertumbuhan berhenti dan tanamn mulai berbunga. Hal tersebut menunjukkan bahwa
berkurangnya angkutan sitokinin dari akar ke tajuk mengakibatkan penuaan
terjadi lebih cepat (Skene, 1975).
Cara
sitokinin memperlambat penuaan pada daun oat
yang dipetik banyak diteliti oleh Kenneth v Thimann, pelopor penelitian auksin
bersama beberapa kawannya di Thimann laboratories di santa cruz, California.
Jika daun oat dan banyak spesien lain
dipetik dan diapungkan dilarutan garam mineral encer, daun tersebut mulai
menua, yang mula-mula dicirikan dengan terurainya protein menjadi asam amino
dan kemudian hilangnya klorofil. Penuaan ini terjadi jauh lebih cepat ditempat
gelap dari pada ditempat terang, dan sitokinin yang ditambahkan pada larutan
tempat daun tadi diapungkan dapat menggantikan efek cahaya dengan menunda
penuaan. Thimann (1987) menyatakan bahwa sitokinin mampu melakukan hal tersebut
dengan cara mempertahankan keutuhan membrane tonoplas. Bila tidak, protease
dari vakuola akan merembes ke sitoplasma dan menghidrolisisprotein-larut serta
protein membrane kloroplas dan mitokondria. Sejalan dengan gagasan ini, YY
Leshem dan beberapa kawannya di Israel memperoleh banyak bukti bahwa sitokinin
melindungi membrane dari perusakan (leshem, 1988). Hasil yang mereka peroleh
menunjukkan bahwa sitokinin berperan dengan mencegah oksidasi asam lemak-tak
jenuh pada membrane. Pencegahan demikian itu barang kali terjadi karena
sitokinin menghambat pembentukan dan mempercepat penguraian radikel-bebas,
seperti superoksida (O2-) dan radikel hidroksi (OH); bila tidak dicegah pembentukannya
, radikel tersebut mengiksidasi lipid membrane (Thomson dkk, 1987; Leshem,
1988).
Penundaan
penuaan oleh sitokinin tampaknya merupakan fenomena alam yang sebagian
dikendalikan oleh akar, dan berkaitan dengan fenomena lain yang menarik.
Sitokinin mendorong pengangkutan banyak linarut dari bagian daun yang lebih tua
dan bahkan dari daun tua ke daerah yang diberi perlakuan. Hal itu terlihat pada
gambar 18.5. di situ, daun yang paling tua (daun pertama) pada tumbuhan
kacang-kacangan dipulas dengan sitokinin
tiruan tiruan benziladenin setiap empat hari sekali. Biasanya, dedaunan itu
menua lebihlebih cepat daripada daun trifoliate yang terletak diatasnya, namun
pada contoh tersebut, pola penuaan harus terbalik. Daun pertama yang diberi
perlakuan menyerap hara dari daun trifoliate yang berdekatan dan mengakibatkan
daun trifoliate menua lebih dahulu. (Perhatikan pula benziladenin tampak tidak
bergerak dengan mudah dari daun yang diberi perlakuan ke daun trifoliate yang
lebih muda, yang berada diatasnya).
Kajian lebih lanjut, dengan
menggunakan tumbuhan kacang-kacangan, memperlihatkan dua macam perlakuan yang
dapat sangat menunda penuaan daun pertama, dan bahkan dapat mengembalikan
kemudaan segera setelah warna daun menjadi hijau-kuning pucat. Salah satu
perlakuan itu adalah dengan memetik dedaunan dan batang dibagian atas, dan
perlakuan lainnya ialah dengan mencelupkan daun pertama satu kedalam larutan
benziladenin (Venkatarayappa dkk, 1984). Sejumlah kajian lain yang menggunakan
berbagai jenis tumbuhan dikotil dan monokotil menunjukkan bahwa bila hanya satu
bagian daun yang diberi perlakuan dan tertimbun disana. Hal itu menandakan
bahwa daun muda dapat mengambil hara dari daun yang lebih tua, antara lain
karena daun muda kaya akan sitokinin; oleh karena itu disimpulkan bahwa
sitokinin memacu kemampuan jaringan muda untuk berlaku sebagai wadah penampung bagi pengangkutan floem.
Gambar E.1: penuaan pada daun trifoliate
kacang-kacangan yang disebabklan oleh perlakuan sitokinin tiruan benziladenin
(30 mg/l), yang diberikan pada daun primer stek ini, setiap selang 4 hari.
(sumber: Leopolddan Kawase, 1964)
Terlibat
tidaknya hormone ini dalam pengangkutan normal hara yang mudah bergerak menuju
ranting dan cabang besar tumbuhan berkayu, sebelum daun berguguran dimusim
gugur, merupakan pertanyaan yang menarik. Yang juga merupakan hipotesis yang
menarik adalah Bahwa sitokinin, dalam struktur reproduktif, mungkin berperan
untuk mempertahankan hidup tumbuhan dengan cara memacu pergerakan gula, asam
amino, dan berbagai linarut lain, dari daun dewasa menuju biji, bunga, dan
buah.ketika cendawan tertentu penyebab penyakit karat dan hawar menyerang daun,
akan terbentuk beberapa daerah pada daun itu dengan sejumlah sel yang mati.
Saat daun menua, daerah nekrosis ini sering dikelilingi oleh beberapa sel yang
berwarna hijau dan kaya akan pati , juga ketika bagian daun lainnya telah
menjadi kuning dan menua. Pulau hijua ini kaaya akan sitokinin yang barang kali
disintesis oleh cendawan tersebut
(Greene, 1980). Diduga, sitokinin membentu mempertahankan cadanagn
makanan bagi cendawan dan mempengaruhi perjalanan penyakit selanjutnya.
Kemampuan
sitokinin menunda penuaan juga berlaku pada bunga potong tertentu dan sayur
mayur segar. Ulasan yang baik mengenai penuaan daun mahkota diberikan oleh
Borochov dan Woodsoon (1989). Konsentrasi sitokinin didaun mahkota bunga mawar
dan anyelir menurun sejalan dengan bertambahnya umur, dan penambahan sitokinin
dapat memperlambat proses penuaan itu. Anyelir paling banyak diteliti; dan
untuk spesies tersebut, larutan yang mengandung dihidrozeatin atau benziladenin
terbukti paling efektif (Van Staden dkk,
1990). Namun, untuk sebagian besar jenis bunga potong, sitokinin eksogen tak
mampu menangguilangi efek etilen yang dihasilkan bunga untuk mempercepat
penuaan. Daya simpan kubis brussel dan seledri dapat ditingkatkan oleh
sitokinin komersial, yang harganya cukup murah, seperti benziladenin. Namun,
perlakuan seperti itu dilarang digunakan untuk makanan yang dijual dia Amerika
serikat, meskipun sebenarnya masyarakat AS setiap hari terpajan pada sitokinin
alami yang terdapat dalam makanan nabati. Pengaruh sitokinin dan hormon lain
pada penyimpanan buah dan sayuran diulas oleh Ludford (1987).
F.
Sitokinin
memacu perkembangan kuncup samping tumbuhan dikotil
Jika
sitokinin diberikan pada kuncup samping yang tak tumbuh karena kalah oleh
pertumbuhan apeks tajuk yang terletak di atasnya (keadaan itu diistilahkan
dominansi apikal), sering kuncup samping itu bisa tumbuh. Dalam kajian awal
mengenai fenomena ini, kinetin tiruan digunakan sebagai senyawa utamanya, dan
pertumbuhan kuncup sampiung hanya mampu berlangsung selama beberpa hari.
Pemanjangan kuncup untuk rentang waktu lebih lama dapat diperoleh hanya dengan
menambahkan IAA atau giberilin pada kuncup tersebut. Jenis sitokinin lain,
yaitu benziladenin, kadang menyebabkan pemnajangan yang lebih nyata dripada
kinetin, namun efeknya dikaji hanya pada beberapa spesies saja. Pillay dan
Rilton (1983) memeperlihatkan bahwa benziladenin dan zeatin sangat memacu
pemanjangan kuncup samping tumbuhan
kapri selama sekurangnya dua minggu, sedangkan isopentenil adenine dan kinetin memacu pertumbuhan selama waktu yang
lebih pendek. Belum diketahui mengapa hormone zeatin dan isopentenil adenine
yang berkerabat sangat dekat itu memberikan efek yang berbeda. Tapi, kedua
penulis itu memperkirakan bahwa isopentenil adenine tidak begitu aktif, sebab
senyawa tersebut terhidroksilasi dengan lambat menjadi zeatin yang jauh lebih
aktif dalam kuncup. Hasil pengamatan yang dilaporkan King dan van Staden (1988)
umumnya mendukung pentingnya hidroksilasi ini. Terdapat pula bukti lain bahwa
kuncup samping yang pasif tidak mensintesis sitokinin-aktif, namun masih belum
bisa dipastikan kepentingan hubungan antara sitokinin dan hormone lain serta
berbagai factor hara dlam pegendalian perkembangan kuncup samping.
Pada
suatu percobaan rekayasa genetika mutakhir, tingkat sitokinin berhasil
dinaikkan pada tumbuhan utuh tembakau dan Arabidopsis
thaliana melalui teknik baru (Medford dkk, 1989). Prosedur umum percobaan
rekayasa genetika yang penting adalah adanya sebuah gen bakteri yang menyandikan isopentenil AMP sintase yang
disisipkan dengan cara menginfeksikan bakteri ke genom sel yang terluka dari
potongan cakram daun. Sel yang terluka itu berkembang menjadi kalus dengan
membawa gen-baru tersebut, kemudian kalus itu membentuk tanaman melalui
organogenensis. Bersamaaan dengan gen structural ini, gen pemacu yang
mengaktifkannya juga ikut disisipakan; gen pemacu tersebut menjadi aktif hanya
pada suhu yang cukup tinggi (40- 45 derajat C), yaitu ketika tanaman mengalami
kejut bahang, setelah tanaman tertransformasi berkembang pada suhu perkembangan
yang normal, kejut-bahang diberikan selama 15 menit, kemudian dikembalikan ke
suhu normal lagi. Empat jam kemudian, daun tanaman tembakau tertransformasi dan
mendapatkan kejut-bahang ini mengandung isopentenil AMP 6 kali lebih banyak,
zeatin ribosida monoposfat 23 kali lipat, zeatin ribosida 46 kali lipat, dan
zeatin 80 kali lipat dari pada yang terdapat pada tanaman yang mengalami
kejut-bahang, namun tidak ditransformasi. Tingkat sitokinin pada Arabidopsis tidak diukur, tapi
Arabidopsis dan tembakau memperlihatkan berbagai perubahan morfologi. Efek
morfologi yang paling jelas akibat tingkat sitokinin yang tinggi ialah
berkembangnya sejumlah besar kuncup smping. (gambar 18.6). semua percobaan yang
menarik ini menunjukkan ada efek yang ditimbulkan sitokinin yang kadarnya luar
biasa tinggi, dan juga mendukung gagasan bahwa sitokinin mampu mengatasi
dominasi apical. Namun, semua percobaan itu tidak bisa memperbandingkan
tumbuhan normal dengan tumbuhan yang kahat sitokinin, mutan yang kahat
sitokinin diperlukan untuk perbandingan ini.
Gambar F.1: pemacuan pertumbuhan kuncup samping pada
mutan tembakau yang menghasilkan sitokinin berlebihan. Kuncup samping pada
buku ke-12 (di hitung dari apeks tajuk)
tumbuhan jenis liar (a) dan tumbuhan mutan (b) . (sumber: Medford dkk, 1989)
G.
Sitokinin
memacu pembesaran sel pada kotiledon dan daun tumbuhan dikotil
Banyak biji
tumbuhan dikotil yang dikecambahkan di tempat gelap memunculkan kotiledonnya ke
atas tanah, tapi kotiledon itu tetap berwarna kuning dan kecil. Jika kotiledon
itu dikenal cahaya, pertumbuhannya meningkat pesat,walaupun energy cahaya yang
diberikan sebenarnya terlalu rendah untuk melangsungkan fotosintesis.Inilah
efek fotomorfogenetik yang antara lain dikendalikan oleh fitokrom dan barang
kali juga sitokinin.
Pemacuan pertumbuhan ini terjadi pada lebih
dari selusin spesies tumbuhan yang sudah dikenal,termasuk lobak,bit gula, bunga
matahari,mentimun dan laba kuing.kotiledon biasanya muncul diatas tanah dan
menjadi mampu melakukan fotosintesis.Tidak terlihat adanya respons pada spesies
yang kotiledonnya tetap di bawah tanah setelah berkecambah,atau jenis kacang –
kacangan yang kotiledonnya muncul namun tidak menyerupai daun.Menunjukan efek
pemacuan zeatin pada pembesaran kotiledon lobak,dalam gelab dan terang; gambar
tersebut memperlihatkan pula bahwa cahaya bisa efektif dalam keadaan tanpa
zeatin.Auksin tidak memacu pertumbuhan kotiledon,Auksin tidak memacu
pertumbuhan kotiledon, dan giberelinjuga hanya memberikan efek kecil bila
kotiledon dibiakkan dalam air atau dalam keadaan gelap.
Gambar G .1 :
pemacuan pembesaran potongan kotiledon lobak oleh zeatin dan cahaya ( sumber:
AK Huft dan CW Ross)
Semua hasil percobaan menunjukkan bahwa
sitokinin meningkatkan baik sitokinesis maupun pembesaran sel,tetapi
sitokinesis tidak meningkatkan pertumbuhan organnya sendiri, sebab sitokinesis
hanya merupakan proses pembelahan saja.Oleh karena itu,pertumbuhan membutuhkan
pemelaran sel, dan pertumbuhan yang terpacu oleh sitokinin meliputi pemelaran
sel yang lebih cepat dan produksi sel yang lebih banyak.Kotiledon
pertumbuhannya dipacu oleh sitokinin.
Efek pemacauan yang jelas pada daun utuh
tumbuhan dikotil dari beberapa spesies terlihat setelah sitokinin diberikan
berulang – ulang. Jika sejumlah cakram diambil dari daun dikotil dengan alat
pelubang gabus,dan diupayakan tetap lembab, maka sitokin dapat meningkatkan
pemelaran dengan cara memacu pertumuhan sel. Ini pun menunjukkan fungsi normal
sitokinin yang dating dari organ lain,misalnya akar,pada pertumbuhan daun.
H.
Efek sitokinin
pada batang dan akar
Pertumbuhan normal batang dan akar diduga membutuhkan
sitokinin,namun sitokinin endogen jarang ditemukan sebagai factor pembatas
pertumbuhan. Akibatnya pemberian sitokinin eksogen pun tidak berhasil
meningkatkan pertumbuhan organ tersebut.Hal itu teramati pula tembakau dan
Arabidopsis dalam percobaan rekayasagenetika yang diuraikan diatas,yang tingkat
sitokinin endogennyanyata meningkat pada tumbuhan yang ditransformasi.
Gambar H.1: pemanjangan potongan hipokotil kedelai yang diinduiksi
auiksin, yang dihambat oleh kinetin yang diberikan pada waktu-waktu yang
berbeda selama pemeliharaan (panah). (sumber: Vanderhoef dkk, 1973)
Untuk memastikan perlunya sitokinin bagi pertumbuhan
normal batang dan akar adalah dengan membuat irisan jaringan dan menumbuhkannya
in vitro.Dalam percobaan itu dianggap bahwa irisan jaringan akan kehabisan
sitokinin saat dipisahkan dari ujung tajuk
atau ujung akarnya,yang diperkirakan bertindak sebagai sumber hormon.
Namun, melalui pengukuran yang sesungguhnya, tak seorang pun pernah mendapatkan
bahw irisan jaringan tersebut benar - benar menjadi kekurangan sitokinin.Jika
irisan akar atau batang ditumbuhkan secara in vitro dengan ditambahnya
sitokinin,maka pemanjangan hampir selalu terlambat dibandingkan dengan irisan
pembanding.Contohnya adalah data yang memperlihatkan efek yang berlawanan yang
tajam antara auksin dan kinetin pada pemanjangan potongan hipokotil kedelai.
Ada
dua kasus yang dikenal, yang menunjukan bahwa pemberian sitokinin benar – benar
memacu pemanjangan potongan koleoptil muda tanaman gandum dan hipokotil utuh
pada tanaman semangka, terutama dari kultivar katai atau kerdil.Pada koleoptil
gandum,pemacuan pertumbuhan terjadi hanya jika jaringan tersebut masih muda dan
pembelahan sel masih berlangsung,namun teramati pula sitokinin menyebabkan
pertumbuhan dengan cara mendorong pemanjangan sel. Pada semangka
katai,sitokinin eksogen terbukti memacu pemanjangan hipokotil,terutama karena
laju pemanjangan sel selalu meningkat,peningkatan ini dihasilkan dari sitokinin
yang diberikan pada ujung tajuk atau pada akar.Singkatnya, sitokinin eksogen
memacu pembesaran sel pada daun muda,kotiledon,koleoptil gandum, dan hipokotil
semangka, tapi masih banyak yang perlu diteliti mengenai peranan normal hormone
dalam pembesaran sel, terutama pada batang dan akar.
I.
Sitokinin
memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil
Dari kecambah tanaman angiosperma yang ditumbuhkan
ditempat gelap,daun muda dan kotiledonnya dipetik untuk diuji apakah penambahan
sitokinin berpengaruh pada perkembangan kloroplas atau sintesis
klorofil.Percobaan ini dapat dilakukan karena dalam keadaan gelap ,klorofil
tidak terbentuk dan perkembangan kloroplas terhambat.Plastid muda berhenti pada
tahap proplastid atau tahap etioplas.Etioplas (dari kecambah yang ditumbuhkan
dalam gelap atau teretiolasi)berwarna kuning karena mengandung
karotenoid.Etioplas memiliki system membrane dalam yang menarik,yang tersusun rapat menjadi kisi- kisi dalam
yang disebut badan prolamela.Setelah terkena cahaya,badan prolamela akan
menghasilkan system tilakoid seperti yang ditemukan pada kloroplas hijau yang
normal.Perkembangan ini disertai pembentukan protein,tilakoid khusus yang melekat
pada klorofil,yaitu pada kedua fotosistem dan kompleks pemanen cahaya.
Gambar I. 1: etioplas dari kotiledon kecambah lobak yang tumbuh di
tempat gelap; di perflihatkan disini badan prolamela (PLB)dan tilakoid stroma
(ST) yang menyebar darinya. Terlihat pula dua dinding sel (CW) yang
berdampingan, ruang antar sel (IS) diantara kedua dinding tersebut, serta
mitokondria (M) disebelah kiri. (sumber: Nicholas Carpita)
Pemberian sitokinin pada daun atau kotiledon yang
teretiolasi,beberapa jam sebelum dipajankan pada cahaya,menghasilkan dua efek
utama: (1) memacu perkembangan lanjut (dalam keadaan terang, etioplas menjadi
kloroplas,khususnya dengan mendorong pembentukan grana,dan (2) meningkatkan
laju pembentukan klorofil.alasan utama munculnya kedua efek itu mungkin karena
sitokinin mendorong terbentuknya
protein,tempat klorofil menempel dan menjadi mantap.
J.
Mekanisme kerja
sitokinin
Beragamnya efek sitokinin menunjukan bahwa senyawa
tersebut mungkin mempunyai beberapa macam mekanisme kerja dalam jaringan
berbeda.Namun secara sederhana diduga bahwa satu efek utama yang umum sering
diikuti oleh sejumlah efek sekunder,yang
bergantung pada keadaan fisiologis sel sasarannya. Seperti hormone
lain,penguatan efek utama harus terjadi,karena sitokinin terdapat dalam
konsentrasi sangat rendah (0,01 sampai 1 µM).Adanya efek pemacuan oleh
sitokinin pada pembentukan RNA dan enzim sudah diduga sejak lama,antara lain
karena efek sitokinin biasanya terhambat oleh zat penghambat sintesis RNA atau
protein.
Beberapa protein yang mengikat sitokinin secara agak khas
telah ditemukan di berbagai bagian tumbuhan,namun hampir semua protein tersebut
tidak terikat cukup khas atau tidak mempunyai afinitas yang cukup tinggi
terhadap sitokinin aktif.Terdapat kekecualian yang menarik yaitu protein –
pengikat pada daun jelai, yang mengikat zeatin dengan afinitas yang sangat
tinggi dan mengikat sitokinin lain yang berhubungan dekat dengan aktifitas
biologis.
Pemacuan sitokinesis merupakan salah satu respons
sitokinin yang terpenting,sebab hal itu menyebabkan sitokinin dimanfaatkan
secara komersial dalam upaya perbanyakan mikro tanaman budidaya dari biakan
jaringan.Aspek biokimia dari respons yang sudah lama diketahui itu sedang
diteliti. Sitokinin mendorong pembelahan sel dalam biakan jaringan dengat cara
meningkatkan peralihan dari G2 ke mitosis dan bahwa hal tersebut
terjadi karena sitokinin menaikkan laju sintesis protein.Beberapa protein itu
berupa protein pembangun atau enzim yang dibutuhkan untuk mitosis.
Kasus khusus tentang sitokinin (misalnya, pemacuan
pertumbuhan) juga tampaknya berkenaan dengan efeknya pada translasi,seperti
terbukti dengan naiknya jumlah polisom, lebih cepatnya penggabungan asam amino
radioaktif dalam protein, dan terhambatnya respons fiologis oleh zat penghambat
sintesis protein.Temuan ini telah melahirkan konsep yang terkenal,bahwa auksin
dan giberelin terutama mempengarui transkipsi di inti,sedangkan sitokinin
khusus berpengaruh dalam sitosol.
Chen dkk memperlihatkan bahwa benziladenin mengubah jenis
mRNA yang terbentuk oleh irisan kotiledon labu kuning;sitokinin mendorong
pembesaran sel,pembelhan sel,dan sintesis klorofil.Jumlah beberapa jenis mRNA
ditingkatkan oleh benziladenin,sementara jenis lainnya diturunkan.Perubahan
paling dini terlacak satu jam setelah sitokinin ditambahkan,dan biasanya
dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengamati munculnya kerja sitokinin
dalam organdan dibagian tumbuhan yang lain jauh lebih lama dibandingkan dengan
munculnya efek auksin atau giberelin dibagian tumbuhan yang memberikan respons
terhadap hormon ini.
Perubahan tingkat mRNA yang disebabkan oleh sitokinin
karena transkipsi beberapa gen terpacu dan transkipsi gen lainnya
tertekan.Dalam sedikitnya tiga kasus,sitokinin mempengaruhi jumlah molekul mRNA
yang menyandikan beberapa protein yang sudah dikenal.Dua jenis protein serta
mRNAnya sangat terpelihara ()terbentuk lebih cepat atau rusak lebih
lambat).Jenis yang pertama adalah protein pengikat klorofil a/b (yang
menjadi bagian dari LHCII di tilakoid)dan jenis yang kedua adalah subunit
kecil protein rubisko.Jika daun yang ditumbuhkan di tempat gelap atau diberi
cahaya tanpa diberi sitokinin,jumlah kedua protein tersebut serta mRNAnya
menjadi jauh lebih banyak dari pada didaun yang tidak diberi sitokinin.kedua
mRNA tersebut disandikan oleh gen inti.Tetapi Flores dan Tobin memperoleh bukti
bahwa sitokininjustru bekerja dengan cara meningkatkan kestabilan mRNA dank
arena itu mempercepat translasi pesan genetic mereka menjadi protein.
Contoh lain tentang pengendalian sitokinin atas protein
yang sudah dikenal serta mRNAnya menyangkut protein fitokrom.meruppakan
kompleks protein pigmen yang mengendalikan banyak proses perkembangan dalam
kehidupan tumbuhan.Pembentukan protein dan mRNAnya ini kurang terpelihara
(terbentuk lebih lambat atau ditimbun dalam jumlah lebih sedikit)akibat adanya
sitokinin zeatin dan sinar merah yang diserap oleh fitokrom itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah diuraikan
dapat disimpulkan bahwa sitokinin memacu sitokinesis (pembelahan sel) pada
jaringan yang ditumbuhkan in vitro, R Horgan (1984) sudah memberinya batasan
sebagai nsenyawa yang dengan adanya auksin pada konsentyrasi optimum,
menginduksi pembelahan sel pada empulur tembakau atau pada system uji serupa
yang ditumbuhkan paa medium yang komposisisnya optimum. Penulis lainnya lebih
menyukai batasan yang juga menyatakan bahwa senyawa tersebut memacu
sitokinesis, tampak masuk akal untuk membatasi sitokinin senyawa adenine lain
yang memacu pembelahan sel pada system jaringan yang disebutkan diatas.
Sitokinin memacu pembelahan sel dan pembentukan organ jika empulur batang
tembakau, kedelai, dan beberapa tumbuhan dikotil lain dipisahkan dan dibiakkan
secara aseptic pada medium agar yang mengandung auksin dan hara yang tepat akan
terbentuk masa sel yang tak tersepesialisasi tak beraturan dan khususnya
poliploid yang disebut kalus.
Umumnya sitokinin
umumnya ditemukan di organ muda (biji, buah daun) dan diujung akar, sintesis hampir
dapat dipastikan terjadi di ujung akar sebab jika akar dipotong mendatar,
sitokinin mengalir keluar (karena tekanan akar). Bukti ini menunjukan bahwa
ujun g akr mensisntesis sitokinin dan mengangkutnya melalui nxilem ke seluruh
bagian tumbuhan, hal ini bisa menjelaskan terjadinya penimbunan pada daun,
buah, dan biji muda melalui pengangkutan xylem, namun umumnya, floem merupakan
system pemasok yang lebih efektif untuk organ yang transpirasinya sedikit
seperti itu.
B.
Saran
Penyususnan makalah tentang hormone
sitokinin dari penyusun menyadari bahwa tidak semuanya kami jelaskan didalamnya
secara tuntas dan mendalam, terkait dengan masih terdapat bagian-bagian yang
minin informasi juga terkendala tentang
referensi, sehingga dari penyususun mengharapkan saran yang membangun demi
terwujudnya pemahaman tentang hormone sitokinin serta terseleseinya
bagian-bagian yang masih membutuhkan perbaikan,
GLOSARIUM
adenosine : suatu
nukleotida adenine-D- ribose
basa-bebas : esenyawa
yang cenderung menyumbangkan sepasang electron untuk digunakan bersama-sama dan
cenderung menerima proton
biosintesis :
pembentukan senyawa dalam mahluk hidup
Etioplas : plastid yang
mengandung simpanan makanan berupaprotein dalam bentuk serat, berwarna kuning
karena mengandung karotenoid.
embryogenesis :
terjadinya dan tumbuhnya embrio
genom : suatu gugus
kromosom yang selaras dengan segugus sel dari suatu jenis; perangkat kromosom
yang terdapat disetiap inti sel satu jenis tumbuhan atau hewan tertentu.
hidroksilasi :enzim
untuk memasukkan gugus OH ke dalam molekul
in vitro : sifat atau
keadaan pertumbuhan tidak didalam sel atau jaringan hidup tetapi dalam tabung
biakan percobaan.
kinetin : berhubungan
dengan gerak
Koleoptil : daun
pertama pada bibit tumbuhan berkeping satu yang merupakan upih pelindung
sekeliling lembaga yang bartu tumbuh
nukleotida : gabungan
dioksiribosa atau ribose (gula) dengan basa dan posfat.
nukleosida :gabungan
deoksiribosa atau ribose dengan basa
organogenesis : tahap
pertumbuhan organ pada embrio
Polisom : seuntai
ribosom yang mensintesa satu molekul protein, diuntaikan oleh RNAm
poliploid: keadaan zat kromosom homolog yang melebihi
jumlah diploid
Sitokinesis :
pembelahan sitoplasma, mengiringi mitosis dan meiosis.
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar